Thursday, November 1, 2012

THE PERSONAL IS POLITICAL

Yenny Wahid adalah salah satu tokoh perempuan yang saya ingin wawancara sejak lama. Akhirnya kesempatan itu datang juga beberapa bulan lalu. Dan kabar baiknya lagi, wawancara saya lakukan di rumahnya yang  bersahaja. Saya dan kru dari Marie Claire berkesempatan memotret ia dan putrinya Malika serta memotret berbagai sudut rumah dan barang-barang kesayangannya. Berikut ini adalah hasil wawancara tersebut yang terbit di Majalah Marie Claire Indonesia edisi Mei 2012 dengan fotografer Pandji Indra, Stylist Asri Puspitasari dan Makeup Artist Andre.

 THE PERSONAL IS POLITICAL

 




Memiliki posisi puncak dalam partai politik yang didominasi ulama, menantang bahaya sebagai reporter di daerah konflik, serta menjadi staf khusus presiden pernah dijalaninya. Sekarang ia telah menjadi ibu, dan memimpin sebuah partai baru, namun caranya berpolitik tak lagi sama. Ia melihat politik dari sisi seorang perempuan yang mencintai anaknya: sesuatu yang lebih personal.

Bendera merah putih yang berkibar di atas pagar kayu tinggi sebuah rumah di Jalan Gaharu No 35F, Cipete, Jakarta Selatan entah bagaimana meyakinkan saya bahwa itu memang rumah seorang putri mantan presiden Republik Indonesia. Rumah itu tidak terletak di pemukiman mewah dan dari luar juga tampak sederhana. Dari pintu gerbang, gang singkat yang teduh dengan tumbuhan rumput menjalar di sisi kiri kanan membawa saya ke sebuah rumah bercat putih yang cukup besar dengan pintu yang terbuka lebar. Memasuki rumah tersebut, saya langsung disambut beberapa patung Gus Dur, mantan presiden Indonesia ke-4. Setelah menunggu beberapa saat, Yenny Wahid, putri kedua KH. Abdurrahman Wahid itu keluar dari kamarnya. “Maaf ya, menunggu agak lama, saya tadi sholat dulu,” sapa Yenny sambil membetulkan letak kerudungnya. Putrinya, Malika Aurora Madhura terlihat asik bermain di dekat Yenny.
Setelah Partai Kemakmuran Bangsa Nusantara (PKBN) yang dipimpinnya dinyatakan tidak lolos verifikasi Pemilu 2014, Yenny sibuk dengan urusan untuk memperjuangkan partainya tersebut agar bisa berpartisipasi dalam pemilihan umum dua tahun mendatang. Namun tidak peduli betapa ketegangan dunia politik menyita sebagian besar waktunya, perempuan dengan nama lengkap Zannuba Ariffa Chafson Rahman Wahid ini mengaku tetap menempatkan keluarga sebagai prioritas nomor satu dalam hidupnya. Walaupun tak lagi hobi hang out atau berbelanja bersama teman-temannya, Yenny sangat menikmati waktunya bersama Malika dan menjadi orang rumahan seperti suaminya Dhohir Farisi yang ia nikahi pada 2009 lalu.
Anda saat ini sedang dalam masa awal kehamilan, mengurus anak yang berusia 1,5 tahun serta berjuang untuk meloloskan partai Anda untuk ikut Pemilu 2014. Bagaimana Anda menjalankan itu semua?
Sebetulnya saya banyak kegiatan di luar, tapi yang bisa saya lakukan di rumah ya saya pilih begitu supaya bisa menghabiskan waktu bersama Malika dulu dan karena masih di masa awal kehamilan, saya masih sering mual apalagi kalau naik mobil. Mengenai perjuangan meloloskan PKBN untuk bisa berpartisipasi dalam Pemilu 2014, saat ini kami sedang melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah dengan melakukan proses pembicaraan dengan partai-partai lain, karena ada banyak partai lain yang tertarik untuk bergabung dengan kami
Malika baru berusia 1,5 tahun tapi Anda sudah hamil anak kedua, apakah memang program Anda  dan suami untuk punya anak secepatnya?
Sebenarnya bukan diprogramkan juga. Tapi saya berpikir untuk tidak menunda kehamilan karena mengingat umur saya juga. Jadi, ya cepat-cepat saja.
Apakah ada perbedaan Anda dalam memandang politik atau berpolitik itu sendiri sebelum dan sesudah menjadi Ibu?
Bagi saya, politik itu adalah alat untuk membuat perubahan yang positif. Singkatnya, saya menggunakan politik untuk membuat perubahan yang lebih baik untuk masyarakat. Nah, sekarang setelah saya menjadi ibu, politik bagi saya dimensinya menjadi lebih dalam lagi. Kalau dulu lebih untuk sekedar aktualisasi diri dan cara untuk mengekspresikan pemikiran, sekarang saya menjadikan politik sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dan tujuan saya adalah membuat perubahan yang berarti bagi generasi mendatang terutama bagi anak-anak kita sendiri. Saya ingin kehidupan anak saya lebih baik dari kehidupan saya. Saya ingin ia hidup dalam negara dengan udara yang lebih baik, kualitas air lebih baik, dan sistem transportasi yang lebih bagus. Walaupun semua itu berangkat dari rasa cinta terhadap anak saya, namun hal-hal seperti itu kan memang menjadi bidang pembahasan di level politik semua. Jadi semua itu akhirnya menjadi sesuatu yang personal sekarang. Itu perubahan besarnya.
Lalu dalam kehidupan Anda sendiri, bagaimana perubahan dari masa lalu ketika Anda masih lajang dan sekarang setelah menjadi istri dan ibu?
Banyak sekali. Sekarang sepertinya jalan hidup saya lebih santai dan prioritas utama adalah keluarga. Waktu saya lebih banyak saya gunakan untuk anak dan suami. Suami saya tipenya orang rumahan dan ia mengajarkan saya menjadi orang yang sangat rileks. Sebelum menikah, kegiatan saya sangat intens, sering menantang bahaya saat liputan karena banyak meliput di daerah konflik. Kalau sekarang sepertinya banyak di rumah. Dulu, setiap ada waktu luang pasti jalan keluar dengan teman-teman saya.  Sekarang kalau jalan, ya sama keluarga, walaupun sebenarnya kami jarang keluar rumah.
Sebelum mendirikan PKBN, dulu Anda menjadi Sekjen di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang anggota atau pengurusnya didominasi oleh laki-laki dan ulama. Bagaimana Anda bisa diterima menjadi pemimpin di partai dengan karakter seperti itu?
Pada awalnya, tantangannya sangat berat dan perlu pembuktian. Artinya saya tidak boleh cengeng. Saya harus aktif dan bekerja keras. Saya rajin turun ke lapangan untuk bertemu dengan konstituen. Waktu saya benar-benar tersita dan setiap akhir pekan saya pasti harus melakukan perjalanan kemana-mana untuk berbagai urusan. Kalau saya harus mengunjungi daerah yang terkena banjir, ya harus siap dengan keadaan tersebut, termasuk melakukan perjalanan darat selama 7-8 jam hingga dua malam. Selama bulan puasa saya harus keliling kemana-mana. Jadi mereka juga melihat ternyata saya memang serius, punya komitmen dan mau kerja. Jadi pembuktiannya memang dengan aktif bekerja.
Apakah saat Anda mendampingi Gus Dur dalam tugas kepresidenan maupun dalam kegiatan politik ia sudah menyiapkan Anda untuk terjun ke dunia politik dan katakanlah sebagai penerus dia?
Saya tidak tahu karena beliau tidak pernah mengatakan hal tersebut secara langsung. Tapi yang jelas Gus Dur adalah orang yang sangat demokratis dan tidak menyukai segala sesuatu yang berbentuk KKN. Waktu saya ikut pemilihan menjadi Sekjen PBB beliau tidak ikut memilih dan menyalonkan saya dan malah mendukung calon lain karena tidak mau dianggap KKN. Pada akhirnya memang saya yang terpilih, dan beliau bisa dengan bangga mengatakan bahwa anaknya terpilih bukan karena pengaruhnya. Dan untuk itu, saya sangat berterima kasih pada Bapak yang telah memberikan pembekalan hidup pada kami sehingga tidak tergantung pada orangtua untuk bisa sukses dalam hidup. Namun mungkin Bapak melakukannya dengan cara lain. Seringkali saat saya mendampinginya, beliau hanya berpidato lima menit kemudian berkata bahwa saya yang akan melanjutkan pidato tersebut, begitu terus berkali-kali. Selain itu, Bapak juga seringkali menyuruh saya menyelesaikan persoalan berat yang dihadapi partai. Waktu itu saya sih tidak kepikiran apa-apa, saya pikir memang karena beliau capek atau karena alasan lain. Tapi setelah beliau pergi, saya mulai berpikir, jangan-jangan itu caranya Bapak untuk nyiapin saya.
Anda dulu belajar desain komunikasi visual di universitas, bekerja sebagai reporter, kemudian belajar ilmu pemerintahan di Amerika Serikat dan akhirnya terjun ke dunia politik. Sebenarnya apa passion Anda?
Sebetulnya saya senang menggambar karena itu saya ingin kuliah di Jurusan Seni Rupa ITB namun tidak lulus. Akhirnya atas anjuran Bapak, saya kuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual di Universitas Trisakti. Saat hampir lulus kuliah sembari menunggu waktu wisuda, saya iseng melamar di surat kabar Sidney Morning Herald dan ternyata diterima. Ya sudah, lupa desain grafisnya. Tak lama setelah itu, Bapak terpilih jadi presiden, akhirnya pekerjaan saya sebagai jurnalis saya tinggalkan untuk mendampingi beliau.
Sekarang masih senang menggambar untuk menyalurkan kreativitas Anda?
Masih. Dulu saya suka menggambar sketsa orang, apalagi waktu mendampingi Bapak saat pertemuan-pertemuan kepala negara. Untuk mengusir kebosanan di sela-sela pertemuan dan pidato yang panjang, saya menggambar sketsa wajah pejabat-pejabat yang ditemui Bapak, seperti Jacques Chirac atau Hugo Chavez. Kalau sekarang saya banyak menggambar anak saya.

Yenny dan putrinya Malika
 Pernahkah ada keraguan dalam diri Anda sebelum terjun total ke dunia politik?
Ada. Butuh waktu tiga tahun bagi saya sebenarnya untuk memantapkan hati terjun ke dunia politik secara total. Sebenarnya waktu mendampingi Gus Dur pun belum pernah terpikir untuk masuk dunia politik, saat itu saya mendampingi beliau dalam posisi saya sebagai anak saja.
Bagaimana Yenny Wahid kecil?
Kata Ibu saya, saya anaknya cengeng terus kemudian cenderung tidak terlalu….Hmm sebenarnya saya biasa banget, tidak terlalu menonjol, berantakan. Tapi masa kecil itu buat saya adalah masa yang membahagiakan. Dulu waktu kami masih tinggal di Ciganjur, jalan di dekat rumah belum diaspal, jadi masih jalan tanah liat sehingga kalau hujan sepatu kami harus dibungkus dengan plastik supaya tidak kena becek. Siang hari biasanya saya main kasti bersama teman-teman. Karena belum mampu beli bola, kami membuat bola yang terbuat dari koran yang digumpal-gumpal dan diikat dengan karet. Kemudian listrik juga belum ada di jalan. Tapi bagi saya itu adalah masa yang sangat membahagiakan. Dengan teman-teman saya pergi mencari kecapi, menunggu duren jatuh. Jadi anak kampung banget lah.
Apakah Anda dan suami adalah tim yang kompak? Dalam mendidik anak, pandangan politik dan hal-hal lainnya?
Kami saling mendukung sekali. Dia orangnya tidak ngoyo, santai, sehingga saya juga terpengaruh oleh dia untuk menjalani hidup lebih rileks. Kami sering sekali mendiskusikan banyak hal dan kalaupun ada perbedaan kami bicara saja.
Suami Anda tidak terintimidasi dengan kiprah dan posisi Anda di partai politik?
Nah, dalam hal ini saya merasa beruntung karena suami saya berasal dari keluarga yang memiliki figur perempuan aktif dan a strong woman yaitu Ibunya. Jadi sama saja, buat dia tidak ada masalah jika istrinya lebih aktif.
Apakah ia sesuai dengan gambaran laki-laki yang Anda idamkan sebelum Anda menikah?
Sembilan puluh sembilan persen deh….(tertawa)
Suami seperti apakah dia?
Seorang family man.
Apakah ada visi Anda di masa depan untuk menjadi RI 1?
Saya tidak memikirkan hal itu, mengenai kedudukan. Saya berpikir dengan posisi saya sekarang, saya harus memberikan kontribusi yang positif pada masyarakat.

Foto pernikahannya.


Ia juga penggemar fashion




 



No comments:

Post a Comment