THE PERSONAL IS POLITICAL
Memiliki posisi puncak
dalam partai politik yang didominasi ulama, menantang bahaya sebagai reporter
di daerah konflik, serta menjadi staf khusus presiden pernah dijalaninya.
Sekarang ia telah menjadi ibu, dan memimpin sebuah partai baru, namun caranya
berpolitik tak lagi sama. Ia melihat politik dari sisi seorang perempuan yang
mencintai anaknya: sesuatu yang lebih personal.
Bendera merah putih yang berkibar di atas pagar kayu tinggi sebuah
rumah di Jalan Gaharu No 35F, Cipete, Jakarta Selatan entah bagaimana meyakinkan
saya bahwa itu memang rumah seorang putri mantan presiden Republik Indonesia. Rumah
itu tidak terletak di pemukiman mewah dan dari luar juga tampak sederhana. Dari
pintu gerbang, gang singkat yang teduh dengan tumbuhan rumput menjalar di sisi kiri
kanan membawa saya ke sebuah rumah bercat putih yang cukup besar dengan pintu
yang terbuka lebar. Memasuki rumah tersebut, saya langsung disambut beberapa
patung Gus Dur, mantan presiden Indonesia ke-4. Setelah menunggu beberapa saat,
Yenny Wahid, putri kedua KH. Abdurrahman Wahid itu keluar dari kamarnya. “Maaf
ya, menunggu agak lama, saya tadi sholat dulu,” sapa Yenny sambil membetulkan
letak kerudungnya. Putrinya, Malika Aurora Madhura terlihat asik bermain di
dekat Yenny.
Setelah Partai Kemakmuran Bangsa Nusantara (PKBN) yang dipimpinnya
dinyatakan tidak lolos verifikasi Pemilu 2014, Yenny sibuk dengan urusan untuk
memperjuangkan partainya tersebut agar bisa berpartisipasi dalam pemilihan umum
dua tahun mendatang. Namun tidak peduli betapa ketegangan dunia politik menyita
sebagian besar waktunya, perempuan dengan nama lengkap Zannuba Ariffa Chafson
Rahman Wahid ini mengaku tetap menempatkan keluarga sebagai prioritas nomor
satu dalam hidupnya. Walaupun tak lagi hobi hang
out atau berbelanja bersama teman-temannya, Yenny sangat menikmati waktunya
bersama Malika dan menjadi orang rumahan seperti suaminya Dhohir Farisi yang ia
nikahi pada 2009 lalu.
Anda saat ini
sedang dalam masa awal kehamilan, mengurus anak yang berusia 1,5 tahun serta
berjuang untuk meloloskan partai Anda untuk ikut Pemilu 2014. Bagaimana Anda
menjalankan itu semua?
Sebetulnya saya banyak kegiatan di luar, tapi yang bisa saya
lakukan di rumah ya saya pilih begitu supaya bisa menghabiskan waktu bersama
Malika dulu dan karena masih di masa awal kehamilan, saya masih sering mual
apalagi kalau naik mobil. Mengenai perjuangan meloloskan PKBN untuk bisa
berpartisipasi dalam Pemilu 2014, saat ini kami sedang melakukan
berbagai upaya. Salah satunya adalah dengan melakukan proses pembicaraan dengan
partai-partai lain, karena ada banyak partai lain yang tertarik untuk bergabung
dengan kami
Malika baru
berusia 1,5 tahun tapi Anda sudah hamil anak kedua, apakah memang program
Anda dan suami untuk punya anak
secepatnya?
Sebenarnya bukan diprogramkan juga. Tapi saya berpikir untuk tidak
menunda kehamilan karena mengingat umur saya juga. Jadi, ya cepat-cepat saja.
Apakah ada perbedaan Anda dalam memandang politik atau berpolitik itu
sendiri sebelum dan sesudah menjadi Ibu?
Bagi saya, politik itu adalah
alat untuk membuat perubahan yang positif. Singkatnya, saya menggunakan politik
untuk membuat perubahan yang lebih baik untuk masyarakat. Nah, sekarang setelah
saya menjadi ibu, politik bagi saya dimensinya menjadi lebih dalam lagi. Kalau
dulu lebih untuk sekedar aktualisasi diri dan cara untuk mengekspresikan
pemikiran, sekarang saya menjadikan politik sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Dan tujuan saya adalah membuat perubahan yang berarti bagi generasi mendatang
terutama bagi anak-anak kita sendiri. Saya ingin kehidupan anak saya lebih baik
dari kehidupan saya. Saya ingin ia hidup dalam negara dengan udara yang lebih
baik, kualitas air lebih baik, dan sistem transportasi yang lebih bagus.
Walaupun semua itu berangkat dari rasa cinta terhadap anak saya, namun hal-hal
seperti itu kan memang menjadi bidang pembahasan di level politik semua. Jadi
semua itu akhirnya menjadi sesuatu yang personal
sekarang. Itu perubahan besarnya.
Lalu dalam kehidupan Anda sendiri, bagaimana perubahan dari masa lalu
ketika Anda masih lajang dan sekarang setelah menjadi istri dan ibu?
Banyak sekali. Sekarang sepertinya
jalan hidup saya lebih santai dan prioritas utama adalah keluarga. Waktu saya
lebih banyak saya gunakan untuk anak dan suami. Suami saya tipenya orang
rumahan dan ia mengajarkan saya menjadi orang yang sangat rileks. Sebelum
menikah, kegiatan saya sangat intens, sering menantang bahaya saat liputan
karena banyak meliput di daerah konflik. Kalau sekarang sepertinya banyak di
rumah. Dulu, setiap ada waktu luang pasti jalan keluar dengan teman-teman
saya. Sekarang kalau jalan, ya sama
keluarga, walaupun sebenarnya kami jarang keluar rumah.
Sebelum
mendirikan PKBN, dulu Anda menjadi Sekjen di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
yang anggota atau pengurusnya didominasi oleh laki-laki dan ulama. Bagaimana
Anda bisa diterima menjadi pemimpin di partai dengan karakter seperti itu?
Pada awalnya, tantangannya sangat
berat dan perlu pembuktian. Artinya saya tidak boleh cengeng. Saya harus aktif
dan bekerja keras. Saya rajin turun ke lapangan untuk bertemu dengan
konstituen. Waktu saya benar-benar tersita dan setiap akhir pekan saya pasti
harus melakukan perjalanan kemana-mana untuk berbagai urusan. Kalau saya harus
mengunjungi daerah yang terkena banjir, ya harus siap dengan keadaan tersebut,
termasuk melakukan perjalanan darat selama 7-8 jam hingga dua malam. Selama
bulan puasa saya harus keliling kemana-mana. Jadi mereka juga melihat ternyata
saya memang serius, punya komitmen dan mau kerja. Jadi pembuktiannya memang
dengan aktif bekerja.
Apakah saat Anda mendampingi Gus Dur dalam tugas kepresidenan maupun
dalam kegiatan politik ia sudah menyiapkan Anda untuk terjun ke dunia politik
dan katakanlah sebagai penerus dia?
Saya tidak tahu karena beliau tidak
pernah mengatakan hal tersebut secara langsung. Tapi yang jelas Gus Dur adalah
orang yang sangat demokratis dan tidak menyukai segala sesuatu yang berbentuk
KKN. Waktu saya ikut pemilihan menjadi Sekjen PBB beliau tidak ikut memilih dan
menyalonkan saya dan malah mendukung calon lain karena tidak mau dianggap KKN.
Pada akhirnya memang saya yang terpilih, dan beliau bisa dengan bangga
mengatakan bahwa anaknya terpilih bukan karena pengaruhnya. Dan untuk itu, saya
sangat berterima kasih pada Bapak yang telah memberikan pembekalan hidup pada
kami sehingga tidak tergantung pada orangtua untuk bisa sukses dalam hidup. Namun
mungkin Bapak melakukannya dengan cara lain. Seringkali saat saya mendampinginya,
beliau hanya berpidato lima menit kemudian berkata bahwa saya yang akan melanjutkan
pidato tersebut, begitu terus berkali-kali. Selain itu, Bapak juga seringkali
menyuruh saya menyelesaikan persoalan berat yang dihadapi partai. Waktu itu
saya sih tidak kepikiran apa-apa,
saya pikir memang karena beliau capek atau karena alasan lain. Tapi setelah
beliau pergi, saya mulai berpikir, jangan-jangan itu caranya Bapak untuk nyiapin saya.
Anda dulu belajar desain komunikasi visual di universitas, bekerja
sebagai reporter, kemudian belajar ilmu pemerintahan di Amerika Serikat dan
akhirnya terjun ke dunia politik. Sebenarnya apa passion Anda?
Sebetulnya saya senang menggambar
karena itu saya ingin kuliah di Jurusan Seni Rupa ITB namun tidak lulus. Akhirnya
atas anjuran Bapak, saya kuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual di Universitas
Trisakti. Saat hampir lulus kuliah sembari menunggu waktu wisuda, saya iseng
melamar di surat kabar Sidney Morning Herald dan ternyata diterima. Ya sudah,
lupa desain grafisnya. Tak lama setelah itu, Bapak terpilih jadi presiden,
akhirnya pekerjaan saya sebagai jurnalis saya tinggalkan untuk mendampingi
beliau.
Sekarang masih senang menggambar untuk menyalurkan kreativitas Anda?
Masih. Dulu saya suka menggambar
sketsa orang, apalagi waktu mendampingi Bapak saat pertemuan-pertemuan kepala
negara. Untuk mengusir kebosanan di sela-sela pertemuan dan pidato yang
panjang, saya menggambar sketsa wajah pejabat-pejabat yang ditemui Bapak,
seperti Jacques Chirac atau Hugo Chavez. Kalau sekarang saya banyak menggambar
anak saya.
Yenny dan putrinya Malika |
Pernahkah ada keraguan dalam diri Anda sebelum terjun total ke dunia
politik?
Ada. Butuh waktu tiga tahun bagi
saya sebenarnya untuk memantapkan hati terjun ke dunia politik secara total.
Sebenarnya waktu mendampingi Gus Dur pun belum pernah terpikir untuk masuk
dunia politik, saat itu saya mendampingi beliau dalam posisi saya sebagai anak
saja.
Bagaimana Yenny Wahid kecil?
Kata Ibu saya, saya anaknya cengeng
terus kemudian cenderung tidak terlalu….Hmm sebenarnya saya biasa banget, tidak terlalu menonjol,
berantakan. Tapi masa kecil itu buat saya adalah masa yang membahagiakan. Dulu
waktu kami masih tinggal di Ciganjur, jalan di dekat rumah belum diaspal, jadi
masih jalan tanah liat sehingga kalau hujan sepatu kami harus dibungkus dengan plastik
supaya tidak kena becek. Siang hari biasanya saya main kasti bersama
teman-teman. Karena belum mampu beli bola, kami membuat bola yang terbuat dari
koran yang digumpal-gumpal dan diikat dengan karet. Kemudian listrik juga belum
ada di jalan. Tapi bagi saya itu adalah masa yang sangat membahagiakan. Dengan
teman-teman saya pergi mencari kecapi, menunggu duren jatuh. Jadi anak kampung banget lah.
Apakah Anda dan suami adalah tim yang kompak? Dalam mendidik anak, pandangan
politik dan hal-hal lainnya?
Kami saling mendukung sekali. Dia
orangnya tidak ngoyo, santai,
sehingga saya juga terpengaruh oleh dia untuk menjalani hidup lebih rileks. Kami
sering sekali mendiskusikan banyak hal dan kalaupun ada perbedaan kami bicara saja.
Suami Anda tidak terintimidasi dengan kiprah dan posisi Anda di partai
politik?
Nah, dalam hal ini saya merasa
beruntung karena suami saya berasal dari keluarga yang memiliki figur perempuan
aktif dan a strong woman yaitu
Ibunya. Jadi sama saja, buat dia tidak ada masalah jika istrinya lebih aktif.
Apakah ia sesuai dengan gambaran laki-laki yang Anda idamkan sebelum
Anda menikah?
Sembilan puluh sembilan persen deh….(tertawa)
Suami seperti apakah dia?
Seorang family man.
Apakah ada visi Anda di masa depan untuk menjadi RI 1?
Saya tidak memikirkan hal itu, mengenai
kedudukan. Saya berpikir dengan posisi saya sekarang, saya harus memberikan
kontribusi yang positif pada masyarakat.
Foto pernikahannya. |
Ia juga penggemar fashion |
No comments:
Post a Comment